emhaes-wwwemhaescom.blogspot.com/

Jumat, 15 Juli 2011

H I K M A H P U A S A

Manusia merupakan
makhluk yang tertinggi
derajatnya, oleh karena
itu manusia diutus oleh
Allah untuk menjadi
khalifah di muka bumi. Sebagai makhluk yang
tertinggi yang
membedakan antara
manusia dengan
makhluk Allah yang lain
adalah manusia dikaruniai oleh Allah
dengan akal sedangkan
makhluk Allah yang lain
tidak. Dengan akalnya
ini manusia berusaha
sejauh mungkin untuk mengupas rahasia-
rahasia alam karena
alam semesta ini
diciptakan oleh Allah
dan tak akan lepas dari
tujuannya untuk memenuhi kebutuhan
makhluknya. Hal ini
ditegaskan oleh Allah di
dalam salah satu
firman-Nya : "Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau
menciptakan ini (langit
dan bumi) dengan sia-
sia. Maha Suci Engkau,
maka peliharalah kami dari siksa api neraka" (QS. Ali Imran : 191) Ayat inilah yang
membuat orang mulai
berpikir untuk mencari
hikmah dan manfaat
yang terkandung dalam
setiap perintah maupun larangan Allah
diantaranya adalah
hikmah yang
tersembunyi dari
kewajiban menjalankan
ibadah puasa di bulan Ramadhan yang
diperintahkan oleh Allah
khusus kepada orang-
orang yang beriman. Hal
ini seperti disebutkan di
dalam firman Allah yaitu : "Hai orang-orang
beriman, diwajibkan
atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang
sebelum kamu agar kamu bertaqwa" (QS. Al Baqarah : 183) Sudah barang tentu
hikmah puasa tersebut
sangat banyak baik
untuk kepentingan
pribadi maupun untuk
kepentingan umat (masyarakat) pada
umumnya. Diantara
hikmah-hikmah tersebut
yang terpenting dan
mampu dijangkau oleh
akal pikiran manusia sampai saat ini antara
lain : a. Memelihara kesehatan jasmani (Badaniyah) Sudah menjadi
kesepakatan para ahli
medis, bahwa hampir
semua penyakit
bersumber pada
makanan dan minuman yang mempengaruhi
organ-organ
pencernaan di dalam
perut. Maka sudah
sewajarnyalah jika
dengan berpuasa organ-organ
pencernaan di dalam
perut yang selama ini
terus bekerja mencerna
dan mengolah makanan
untuk sementara diistirahatkan mulai dari
terbit fajar hingga
terbenamnya matahari
selama satu bulan. Dengan berpuasa ini
maka ibarat mesin,
organ-organ
pencernaan tersebut
diservis dan dibersihkan,
sehingga setelah menjalankan ibadah
puasa di bulan
Ramadhan Insya Allah
kita menjadi sehat baik
secara jasmani maupun
secara rohani. Hal ini memang sudah
disabdakan oleh
Rasulullah SAW dalam
salah satu haditsnya
yang diriwayatkan oleh
Ibnu Suny dan Abu Nu’aim yaitu : Dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda : "Berpuasalah maka
kamu akan sehat" (HR. Ibnu Suny dan Abu
Nu’aim) Juga dalam hadits yang
lain dari Abu Hurairah,
Rasulullah bersabda : "Bagi tiap-tiap sesuatu
itu ada pembersihnya
dan pembersih badan
kasar (jasad) ialah
puasa" (HR. Ibnu Majah) Dalam penelitian ilmiah,
kebenaran hadis ini
terbukti antara lain : 1. Fasten Institute (Lembaga Puasa) di
Jerman menggunakan
puasa untuk
menyembuhkan penyakit
yang sudah tidak dapat
diobati lagi dengan penemuan-penemuan
ilmiah dibidang
kedokteran. Metode ini
juga dikenal dengan
istilah "diet" yang
berarti menahan / berpantang untuk
makanan-makanan
tertentu. 2. Dr. Abdul Aziz Ismail dalam bukunya yang
berjudul "Al Islam wat
Tibbul Hadits"
menjelaskan bahwa
puasa adalah obat dari
bermacam-macam penyakit diantaranya
kencing manis (diabetes)
, darah tinggi, ginjal,
dsb. 3. Dr. Alexis Carel seorang dokter
internasional dan
pernah memperoleh
penghargaan nobel
dalam bidang
kedokteran menegaskan bahwa dengan berpuasa
dapat membersihkan
pernafasan. 4. Mac Fadon seorang dokter bangsa Amerika
sukses mengobati
pasiennya dengan
anjuran berpuasa
setelah gagal
menggunakan obat- obat ilmiah. b. Membersihkan rohani dari sifat-sifat hewani menuju kepada sifat- sifat malaikat Hal ini ditandai dengan
kemampuan orang
berpuasa untuk
meninggalkan sifat-sifat
hewani seperti makan,
minum (di siang hari). Mampu menjaga panca
indera dari perbuatan-
perbuatan maksiat dan
memusatkan pikiran dan
perasaan untuk berzikir
kepada Allah (Zikrullah). Hal ini merupakan
manifestasi
(perwujudan) dari sifat-
sifat malaikat, sebab
malaikat merupakan
makhluk yang paling dekat dengan Allah,
selalu berzikir kepada
Allah, selalu bersih, dan
doanya selalu diterima. Dengan demikian maka
wajarlah bagi orang
yang berpuasa
mendapatkan fasilitas
dari Allah yaitu
dipersamakan dengan malaikat. Hal ini
diperkuat oleh sabda
Rasulullah dalam salah
satu haditsnya yang
diriwayatkan oleh
Turmudzi yaitu : "Ada tiga golongan yang
tidak ditolak doa
mereka yaitu orang
yang berpuasa sampai
ia berbuka, kepala
negara yang adil, dan orang yang teraniaya
"(HR. Turmudzi). Juga dalam hadits lain
dari Abdullah bin ‘Amr
bin ‘As, Rasulullah SAW
bersabda : "Sesungguhnya orang
yang berpuasa diwaktu
ia berbuka tersedia doa
yang makbul" (HR. Ibnu Majah) Disamping itu hikmah
yang terpenting dari
berpuasa adalah
diampuni dosanya oleh
Allah SWT sehingga
jiwanya menjadi bersih dan akan dimasukkan
ke dalam surga oleh
Allah SWT. Hal ini
diperkuat dengan hadits
Nabi yaitu : Dari Abu Hurairah,
bahwa Rasulullah
bersabda : "Barang siapa berpuasa
di bulan Ramadhan
karena iman dan
perhitungannya
(mengharapkan
keridla’an Allah) maka diampunilah dosa-
dosanya. (HR. Bukhari) Juga dari hadits yang
diriwayatkan oleh
Bukhari yaitu : Dari Sahl r.a dari Nabi
SAW beliau bersabda : "Sesungguhnya di dalam
surga ada sebuah pintu
yang disebut dengan
Rayyan. Pada hari
kiamat orang-orang
yang berpuasa akan masuk surga dari pintu
itu. Tidak seorangpun
masuk dari pintu itu
selain mereka. (Mereka)
dipanggil : Mana orang
yang berpuasa ? Lalu mereka berdiri. Setelah
mereka itu masuk, pintu
segera dikunci, maka
tidak seorangpun lagi
yang dapat masuk" (HR. Bukhari) Dengan demikian maka
dapatlah disimpulkan
bahwa berpuasa
membawa manfaat yang
sangat besar bagi
manusia baik sebagai makhluk pribadi maupun
makhluk sosial. Sehingga
setelah seseorang
selesai menjalankan
ibadah puasa di Bulan
Suci Ramadhan diharapkan ia menjadi
bersih dan sehat baik
jasmani maupun rohani
dan kembali suci bagai
bayi yang baru lahir.
Amiin.

B A T A L P U A S A

Perihal Batalnya
Puasa Dan Hanya
Wajib Qadla Ada beberapa hal yang
membatalkan puasa
dengan konsekuensi
qadla` saja tanpa
berkewajiban membayar
kafarah, yaitu: 1. Masuknya satu
benda atau dzat
ke dalam perut
dari lobang
terbuka seperti
mulut, hidung, lobang penis,
anus dan bekas
infus, baik
sesedikit/sekecil
apapun, seperti
semut merah; ataupun benda
tersebut yang
tidak biasa
dimakan seperti
debu atau kerikil.
Masuk dalam kategori ini juga : Sengaja
mencium bau
renyah
daging
goreng; Menghirup
obat pelega
pernafaan
(semacam
vicks atau
mint) ket ika seseorang
merasa sesak
nafas; Menelan
kembali ludah
yang sudah
berceceran
dari pusat
kelenjar penghasil
ludah. Seperti
menelan
kembali ludah
yang sudah
keluar dari mulutnya
(dihukumi
sebagai
benda luar);
atau
seseorang membasahi
benang
dengan
ludahnya
kemudian
mengembalika n benang
yang basah
(oleh
ludahnya
tersebut) ke
dalam mulutnya dan
hasil ludah
tersebut
ditelannya
lagi; atau
menelan ludah yang
sudah
bercampur
dengan benda
lain -lebih-
lebih benda yang terkena
najis. Mempermaink
an ludah di
antara gigi-
gigi,
sementara ia
bisa memuntahkan
nya. Menelan sisa-
sisa makanan
yang
menempel di
antara gigi-
gigi meski sedikit,
sementara ia
sebenarnya
bisa
memisahkann
ya tanpa harus
menelannya. 2. Menelan dahak
yang sudah
sampai ke batas
luar mulut. Namun
jika kesulitan
memuntahkannya maka tidak apa-
apa; 3. Masuknya air
madlmadlah (air
kumur) atau air
istinsyaq (air
untuk
membersihkan hidung) ketika
wudlu hingga
melwati
tenggorokan atau
kerongkongan
karena berlebih- lebihan dalam
melakukannya. 4. Muntah dengan
sengaja walaupun
ia yakin bahwa
muntahan
tersebut tidak
ada yang kembali ke perut. 5. Ejakulasi ekster-
coitus (Istimna)
seperti onani --
baik dengan
tangan sendiri
maupun bantuan isterinya--, atau
mani tersebut
keluar disebabkan
sentuhan, ciuman,
maupun
melakukan petting
(bercumbu tanpa
senggama) tanpa
penghalang
(bersentuhan
kulit dengan kulit). Hal-hal
tersebut
membatalkan
puasa karena
interaksi secara
langsung menyentuh
kelamin hingga
menyebabkan
ejakulasi.
Adapun jika
seorang keluar mani karena
imajinasi sensual,
melihat sesuatu
dengan syahwat,
melakukan
petting tanpa sentuhan kulit
dengan kulit
(masih dihalangi
kain), maka tidak
apa-apa, karena
interaksi tersebut tidak
secara langsung
menyentuh
kelamin hingga
menyebabkan
ejakulasi. Dan hukumnya
disamakan
dengan mimpi
basah. Namun jika
hal itu dilakukan
berulang-ulang maka puasanya
batal, meskipun
tidak ejakulasi. 6. Jelas-jelas keliru
makan pada siang
hari, karena
sudah terbitnya
fajar atau belum
terbenamnya matahari.
Jika ia berbuka
puasa dengan
sebuah ijtihad
yaitu membaca
keberadaan awan kemerah-merahan
(sabagai tanda
waktu buka) atau
yang lain, seperti
cara menentukan
waktu sholat (secara
astronomis),
maka dibolehkan
atau sah
puasanya.
Namun, untuk kehati-hatian,
hindari makan di
penghujung hari
(berbuka) kecuali
dengan keyakinan
sudah saatnya berbuka. Juga
dibolehkan makan
di penghujung
malam (waktu
sahur) jika ia
menyangka masih ada waktu meski
sebenarnya
waktu fajar
sudah tiba dan
dimulutnya masih
ada makanan maka sah
puasanya. Sebab
dasar hukum itu
berangkat dari
keyakinan awal
yaitu belum terbit fajar. Akan
tetapi jika sudah
jelas-jelas ia
mengetahui
terbitnya fajar
(imsak) sementara di
mulutnya masih
ada makanan
kemudian ia
langsung
memuntahkan makanan
tersebut maka
tidak apa-apa,
namun jika masih
asyik
memakannya maka puasanya
batal. 7. Datang bulan
(haid), nifas, gila,
dan murtad.
Sebab kembali
pada syarat-
syarat sahnya puasa yaitu
sehat akal (Akil),
masuk ke jenjang
dewasa (baligh),
muslim, dan suci
dari haid dan nifas. Dengan
demikian batalnya
puasa tersebut
karena tidak
memenuhi
persyaratan tersebut diatas. D. Menurut Madzhab
Hanbali, antara lain: 1. Masuknya satu
benda (materi) ke
dalam perut atau
pembuluh nadi
dari lobang/
rongga badan dengan unsur
kesengajaan dan
sebagai
alternatif,
sementara ia
masih ingat betul bahwa dirinya
sedang puasa -
meski ia tidak
tahu hal tersebut
membatalkan-.
Baik benda tersebut bisa
dimakan seperti
makanan dan
minuman, atau
tidak, seperti
kerikil, dahak, tembakau kinang,
obat, pelumas
yang sampai ke
tenggorokan atau
otak, selang yang
dimasuk lewat anus, atau
merokok. CATATAN: Seperti Syafi`I,
Imam Hanbali
mensyaratkan
adanya unsur
kesengajaan
dalam hal batalnya puasa.
Jika seseorang
lupa, keliru, atau
ter/di paksa
melakukan hal-hal
yang membatalkan
puasa maka tidak
apa-apa. 2. memakai celak
mata hingga dzat
celak tersebut
sampai
tenggorokan. Jika
tidak sampai ke sana, maka tidak
apa-apa;.
Rasulullah
bersabda,
"Berhatilah-
hatilah orang yang puasa
dengannya (celak)
". 3. Muntah dengan
sengaja --baik
muntahan itu
berupa makanan,
ataupun
muntahan yang sudah pahit,
lendir, darah dan
lain-lain-- meski
sedikit sekalipun.
Rasulullah
bersabda, "Barang siapa terpaksa
harus muntah
maka ia tidak
perlu mengulang
puasanya, dan
barang siapa muntah dengan
sengaja maka ia
wajib qadla`". 4. Berbekam. Baik
subyek maupun
obyek disini
dianggap batal
puasanya jika
benar-benar terlihat darah.
Rasul bersabda,
"membatalkan
(puasa) pelaku
dan obyek
bekam". Namun jika tidak sampai
kelihatan maka
tidak apa-apa. 5. Berciuman, onani,
bersentuhan,
bersetubuh tanpa
penetrasi
(persenggamaan)
-baik yang keluar mani atau madzi-.
Begitujuga
Keseringan
menonton obyek
sensual hingga
keluar mani bukan madzi; 6. Murtad secara
mutlak, karena
firman Allah swt.:
"Jika kamu
benar-benar
musyrik, maka amal kamu akan
benar-benar
terhapus". 7. Meninggal dalam
keadaan puasa
wajib maka ahli
waris harus
mengqadla puasa
untuk hari kematiaannya.
Namun jika pada
hari kematiaanya,
ia dalam keadaan
menjalankan
puasa nazar atau kafarah, maka
ahli waris hanya
memberi makan
orang miskin
(tidak perlu
mengqadla). 8. Jelas-jelas salah
makan di siang
hari. Jika ada keraguan
bahwa matahari sudah
terbenam kemudian ia
berbuka (seperti halnya
ia berbuka namun ia
masih menyangka matahari belum
terbenam dan memang
kenyataan matahari
belum terbenam) maka
batal puasa dan harus
mengqadla. Termasuk batal dan
wajib qadla juga, jika
seseorang makan
karena lupa, kemudian
ia menyangka dirinya
sudah batal sehingga ia meneruskan makan
dengan sengaja.
(bersambung)