emhaes-wwwemhaescom.blogspot.com/

Sabtu, 30 Juli 2011

B I D ' A H

Kita, kaum AhluSunnah, telah seri ng menjelaskan bahwa bid’ah itu terbagi 5 macam, yaitu bid’ah yang mubah, bid’ah yang mandub, bid’ah yang wajib (ketiga macam ini biasa disebut bid’ah hasanah atau mahmudah), bid’ah yang makruh, dan bid’ah yang haram (yang dua ini biasa disebut bid’ah sayyi’ah atau madzmumah). Namun kaum wahhabi terus saja menolaknya dengan perkataan- perkataan yang mereka sendiri tidak benar- benar memahaminya. Misalnya mereka menukil
perkataan Imam ibnu Rajab: ُّﻞُﻛ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻟَﻼَﺿ , ُﺩﺍَﺮُﻤْﻟﺍَﻭ ِﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺎِﺑ ﺎَﻣ َﺙِﺪْﺣُﺃ ﺎَّﻤِﻣ َﻻ َﻞْﺻَﺃ ُﻪَﻟ ﻲِﻓ ِﺔَﻌْﻳِﺮَّﺸﻟﺍ ُّﻝُﺪَﻳ ِﻪْﻴَﻠَﻋ , ﺎَّﻣَﺃَﻭ ﺎَﻣ َﻥﺎَﻛ ُﻪَﻟ ٌﻞْﺻَﺃ َﻦِﻣ ِﻉْﺮَّﺸﻟﺍ ُّﻝُﺪَﻳ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﺲْﻴَﻠَﻓ ٍﺔَﻋْﺪِﺒِﺑ ﺎًﻋْﺮَﺷ ْﻥِﺇَﻭ َﻥﺎَﻛ ًﺔَﻐُﻟ ًﺔَﻋْﺪِﺑ “(Kullu bid’atin dholalah) Yang dimaksud dengan bid’ah adalah perbuatan baru yang tidak ada penunjukannya dalam syari’at, adapun yang memiliki asal dalam syari’at
penunjukkannya maka bukan bid’ah secara istilah walaupun termasuk bid’ah secara bahasa”. (Jami’ul Ulum wal Hikam: 252) Mereka beranggapan bahwa perkataan Imam ibnu Rajab ini menihilkan bid’ah hasanah dalam agama, artinya semua bid’ah dalam agama adalah sesat. Padahal yang ingin Imam ibnu Rajab katakan adalah yang dimaksud dengan bid’ah adalah perbuatan baru yang tidak ada asalnya dalam syari’at yang menjadi dalil atasnya; sedangkan
perbuatan baru yang memiliki asal dalam syari’at yang menjadi dalil atasnya, maka ia bukan bid’ah menurut syari’at, namun ia adalah bid’ah secara bahasa saja. Jadi, segala perbuatan baru yang mempunyai asal dalam syari’at itu tidak disebut bid’ah syar’an (bid’ah menurut syari’at) yang mana bid’ah syar’an itu adalah sesat. Segala perbuatan baru yang mempunyai asal dalam syari’at tidaklah sesat, karena ia tidak termasuk bid’ah yang dimaksud oleh syari’at. Kemudian mereka mengutip: ُّﻞُﻛَﻭ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻟَﻼَﺿ , ُﺔَﻋْﺪِﺒﻟﺍ ًﺔَﻐُﻟ : ﺎَﻣ َﻞِﻤُﻋ ﻰَﻠَﻋ ِﺮْﻴَﻏ ٍﻝﺎَﺜِﻣ ٍﻖِﺑﺎَﺳ , ُﺩﺍَﺮُﻤﻟﺍَﻭ ﺎَﻬِﺑ ﺎَﻨُﻬَﻫ ﺎَﻣ َﻞِﻤُﻋ ْﻦِﻣ ِﻥْﻭُﺩ ْﻥَﺃ َﻖِﺒْﺴَﻳ ُﻪَﻟ ٌﺔًﻴِﻋْﺮَﺷ ْﻦِﻣ ٍﺏﺎَﺘِﻛ َﻻَﻭ ٍﺔَّﻨُﺳ … َّﻢُﺛ َﻝﺎَﻗ : ُﻪُﻟْﻮَﻘَﻓ ) ُّﻞُﻛ ٍﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻟَﻼَﺿ ( ٌﺹْﻮُﺼْﺨَﻣ ٌﻡﺎَﻋ “(Kullu bid’atin dholalah) Bid’ah secara bahasa adalah
apa yang diamalkan tanpa ada contoh sebelumnya, dan yang dimaksud di sini adalah apa yang diamalkan tanpa didahului amalan syar’i dari kitab dan sunnah … lalu beliau berkata: maka sabdanya (kullu bid’atin dholalah) adalah umum yang dikhususkan”. (Lihat kitab Subulussalam, As- Shan’ani: 2/103-104) Lagi-lagi mereka tak paham akan apa yang mereka kutip. Perkataan ‘kullu bid’atin
dholalah’ (setiap bid’ah adalah sesat) adalah ‘Aamun Makhshuush (perkara umum yang ditakhshish). Jadi maksudnya tidak semua bid’ah itu sesat, melainkan ada pengecualiannya. Dan dalam Subulus Salam itu sendiri dijelaskan bahwa bid’ah itu ada 5 macam, yaitu wajib, mandub, mubah, haram, dan makruh. Jadi, tidak semua bid’ah itu sesat, tetapi ada juga yang wajib, mandub, dan mubah. Jika kita bicara wajib dan mandub, maka
kita bicara tentang sesuatu yang berpahala jika mengerjakannya, dan ini berarti kita bicara tentang ibadah. Imam Nawawi berkata dalam al-Minhaj: ﻝﺎﻗ ﺀﺎﻤﻠﻌﻟﺍ : ﺔﻋﺪﺒﻟﺍ ﺔﺴﻤﺧ ﻡﺎﺴﻗﺃ : ﺔﺒﺟﺍﻭ ﺔﺑﻭﺪﻨﻣﻭ ﺔﻣﺮﺤﻣﻭ ﺔﻫﻭﺮﻜﻣﻭ ﺔﺣﺎﺒﻣﻭ ، ﻦﻤﻓ ﺔﺒﺟﺍﻮﻟﺍ ﻢﻈﻧ ﺔﻟﺩﺃ ﻦﻴﻤﻠﻜﺘﻤﻟﺍ ﺩﺮﻠﻟ ﻰﻠﻋ ﺓﺪﺣﻼﻤﻟﺍ ﻦﻴﻋﺪﺘﺒﻤﻟﺍﻭ ﻪﺒﺷﻭ ﻚﻟﺫ ، ﻦﻣﻭ ﺔﺑﻭﺪﻨﻤﻟﺍ ﻒﻴﻨﺼﺗ ﺐﺘﻛ ﻢﻠﻌﻟﺍ ﺀﺎﻨﺑﻭ ﺱﺭﺍﺪﻤﻟﺍ ﻂﺑﺮﻟﺍﻭ ﺮﻴﻏﻭ ﻚﻟﺫ ، ﻦﻣﻭ ﺡﺎﺒﻤﻟﺍ ﻂﺴﺒﺘﻟﺍ ﻲﻓ ﻥﺍﻮﻟﺃ ﺔﻤﻌﻃﻷﺍ ﺮﻴﻏﻭ ﻚﻟﺫ ، ﻡﺍﺮﺤﻟﺍﻭ ﻩﻭﺮﻜﻤﻟﺍﻭ ﻥﺍﺮﻫﺎﻇ Berkata para Ulama: Bid’ah itu lima bagian, yaitu bid’ah yang wajib,
yang mandub, yang mubah, yang makruh dan yang haram. Bid’ah yang wajib contohnya adalah mencantumkan dalil–dalil pada ucapan– ucapan yang menentang kemungkaran, dsb. Contoh bid’ah yang mandub (mendapat pahala bila dilakukan dan tak mendapat dosa bila ditinggalkan) adalah membuat buku-buku ilmu syariah, membangun majelis ta’lim dan pesantren, dsb. Dan bid’ah yang mubah adalah bermacam–macam dari jenis makanan, dsb. Dan bid’ah makruh dan haram sudah jelas diketahui. Merayakan Maulid Nabi Lalu sebagian wahabiyyun mengatakan
bahwa merayakan maulidur Rasul bukanlah bid’ah hasanah, karena Al-‘Iz bin Abdis Salam tidak menyebutkannya ketika menyebutkan contoh-contoh bid’ah hasanah. Betapa memaksakannya,
bukan? Hanya karena Al-‘Iz tidak menyebutkannya, lalu disimpulkan bahwa hal itu adalah bid’ah dholalah. Cara berfikir yang sangat bodoh untuk orang yang sering menggembar- gemborkan keilmiahan. Imam Jalaluddin as- Suyuthi dalam kitabnya ‘Husnul Maqshad fi Amalil Maulid’ memberikan penjelasan tentang Maulid Nabi shollallohu ‘alayhi wa sallam : Menurutku, bahawa hukum dasar kegiatan maulid yang berupa berkumpulnya orang- orang yang banyak, membaca beberapa ayat-ayat al-Quran, menyampaikan khabar- khabar yang diriwayatkan tentang awal perjalanan hidup Nabi shollallohu ‘alayhi wasallam dan tanda- tanda kebesaran yang terjadi pada waktu kelahiran Baginda, kemudian dihidangkan makanan untuk mereka dan mereka pun makan bersama, lalu mereka pun berangkat pulang, tanpa ada tambahan kegiatan lain. Adalah termasuk bid’ah hasanah dan diberikan pahala bagi orang yang melakukannya. Imam al-Hafizh Abu Fadhl Ibnu Hajar telah menjelaskan dasar hukumnya sunnah. Imam Abu Syamah berkata : Merupakan Bid’ah hasanah yang mulia di zaman kita ini adalah perbuatan yang diperbuat setiap tahunnya di hari kelahiran Rasul saw dengan banyak bersedekah, dan kegembiraan, menjamu para fuqara, seraya menjadikan hal itu memuliakan Rasul saw dan membangkitkan rasa cinta pada beliau saw, dan bersyukur kepada Allah dengan kelahiran Nabi saw. (I’anatut Tholibin, juzu’
III, halaman 364) Imam Abu Syamah adalah seorang ulama besar madzhab Syafi’i dan merupakan guru dari Imam An Nawawi. Imam ibnu Hajar Al- Asqalani Al-Hafizh berkata: Telah jelas dan kuat riwayat yang sampai padaku dari shahihain bahwa Nabi saw datang ke Madinah dan bertemu dengan Yahudi yang berpuasa hari asyura (10 Muharram), maka Rasul saw bertanya maka mereka berkata : “Hari ini hari ditenggelamkannya
Fir’aun dan Allah menyelamatkan Musa, maka kami berpuasa sebagai tanda syukur pada Allah SWT, maka bersabda Rasul SAW : “Kami lebih berhak atas Musa as dari kalian”, maka diambillah darinya perbuatan bersyukur atas anugerah yang diberikan pada suatu hari tertentu setiap tahunnya, dan syukur kepada Allah bisa didapatkan dengan pelbagai cara, seperti sujud syukur, puasa, shadaqah, membaca Alqur’an, maka nikmat apalagi yang melebihi kebangkitan Nabi ini? Telah berfirman Allah SWT “SUNGGUH ALLAH TELAH MEMBERIKAN ANUGERAH PADA ORANG- ORANG MU`MININ KETIKA DIBANGKITKANNYA RASUL DARI MEREKA” (QS. Ali Imran: 164) Imam Al Hafidh Assakhawiy dalam kitab Sirah Al Halabiyah berkata: ”Tidak dilaksanakan maulid oleh salaf hingga abad ke tiga, tapi dilaksanakan
setelahnya, dan tetap melaksanakannya umat islam di seluruh pelosok dunia dan bersedekah pada malamnya dengan berbagai macam sedekah dan memperhatikan
pembacaan maulid, dan berlimpah terhadap mereka keberkahan yang sangat besar” Maka jelaslah bahwa para Imam ini mengakui adanya bid’ah hasanah yang mana diberikan pahala bagi mereka yang mengamalkannya. Para Imam ini juga mengakui bahwa merayakan maulidur Rasul adalah bid’ah hasanah. َﻦﻳِﺬَّﻟﺍ َﻥﻮُﻌِﺒَّﺘَﻳ َّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ َﻝﻮُﺳَّﺮﻟﺍ َّﻲِّﻣﻷﺍ ﻱِﺬَّﻟﺍ ُﻪَﻧﻭُﺪِﺠَﻳ ﺎًﺑﻮُﺘْﻜَﻣ ْﻢُﻫَﺪْﻨِﻋ ﻲِﻓ ِﺓﺍَﺭْﻮَّﺘﻟﺍ ِﻞﻴِﺠْﻧﻹﺍَﻭ ْﻢُﻫُﺮُﻣْﺄَﻳ ِﻑﻭُﺮْﻌَﻤْﻟﺎِﺑ ْﻢُﻫﺎَﻬْﻨَﻳَﻭ ِﻦَﻋ ِﺮَﻜْﻨُﻤْﻟﺍ ُّﻞِﺤُﻳَﻭ ُﻢُﻬَﻟ ِﺕﺎَﺒِّﻴَّﻄﻟﺍ ُﻡِّﺮَﺤُﻳَﻭ ُﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َﺚِﺋﺎَﺒَﺨْﻟﺍ ُﻊَﻀَﻳَﻭ ْﻢُﻬْﻨَﻋ ْﻢُﻫَﺮْﺻِﺇ َﻝﻼْﻏﻷﺍَﻭ ﻲِﺘَّﻟﺍ ْﺖَﻧﺎَﻛ ْﻢِﻬْﻴَﻠَﻋ َﻦﻳِﺬَّﻟﺎَﻓ ﺍﻮُﻨَﻣﺁ ِﻪِﺑ ُﻩﻭُﺭَّﺰَﻋَﻭ ُﻩﻭُﺮَﺼَﻧَﻭ ﺍﻮُﻌَﺒَّﺗﺍَﻭ َﺭﻮُّﻨﻟﺍ ﻱِﺬَّﻟﺍ َﻝِﺰْﻧُﺃ ُﻪَﻌَﻣ َﻚِﺌَﻟﻭُﺃ ُﻢُﻫ َﻥﻮُﺤِﻠْﻔُﻤْﻟﺍ (Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang- orang yang beruntung. (QS. Al-A’raaf: 157) Termasuk orang yang beruntung adalah mereka yang beriman kepada Nabi Muhammad, memulyakan Nabi Muhammad, menolong Nabi Muhammad, dan mengikuti cahaya yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam. Dan perayaan maulid ini adalah sarana untuk menumbuhkan kecintaan kepada Nabi Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam. Di dalamnya terdapat puji-pujian untuk memulyakan Nabi Muhammad shollallohu ‘alayhi wa sallam. Maka semua hal ini adalah baik dan tidak menyelisihi syari’at. ﺎَﻨَﺛﺪﺣ ﺔَﻠَﻣْﺮَﺣ ُﻦْﺑ ﻰَﻴْﺤَﻳ َﻝﺎَﻗ : ُﺖْﻌِﻤَﺳ َﺪَّﻤَﺤُﻣ َﻦْﺑ َﺲْﻳِﺭْﺩِﺇ ُﻝْﻮُﻘَﻳ ﻲِﻌِﻓﺎَّﺸﻟﺍ : ُﺔَﻋْﺪِﺒﻟﺍ ِﻥﺎَﺘَﻋْﺪِﺑ ٌﺔَﻋْﺪِﺑ ٌﺓَﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ ٌﺔَﻋْﺪِﺑَﻭ ٌﺔَﻣْﻮُﻣْﺬَﻣ ، ﺎَﻤَﻓ َﻖَﻓﺍَﻭ َﺔَّﻨُّﺴﻟﺍ َﻮُﻬَﻓ ٌﺩْﻮُﻤْﺤَﻣ ﺎَﻣَﻭ َﻒَﻟﺎَﺧ َﺔَّﻨُّﺴﻟﺍ َﻮُﻬَﻓ ٌﻡﻮُﻣْﺬَﻣ ، َّﺞَﺘْﺣﺍَﻭ ِﻝْﻮَﻘِﺑ َﺮَﻤُﻋ ِﻦْﺑ ِﺏﺎَّﻄَﺨْﻟﺍ ﻲِﻓ ِﻡﺎَﻴِﻗ َﻥﺎَﻀَﻣَﺭ : ِﺖَﻤْﻌِﻧ ُﺔَﻋْﺪِﺒْﻟﺍ َﻲِﻫ Menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya dia berkata, “Saya mendengar Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i berkata, “Bid’ah itu ada dua, bid’ah yang terpuji dan bid’ah yang tercela. Maka bid’ah yang sesuai dengan sunnah adalah terpuji dan bid’ah yang menyelisihi sunnah adalah bid’ah yang tercela”, dan Imam Asy-
Syafi’i berdalil dengan perkataan Umar bin Al- Khottob tentang sholat tarawih di bulan Ramadhan “Sebaik-baik bid’ah adalah ini” (Hilyatul Auliya’ 9/113) Harmalah bin Yahya At- Tujibi (w. 243H) adalah murid Imam Syafi’i yang merupakan salah satu syaikh Imam Muslim. Al-Baihaqi dalam Manakib Imam Syafi’i meriwayatkan bahwa Imam Syafi’i berkata: “Perkara-perkara baru itu ada dua macam. Pertama, perkara- perkara baru yang menyalahi Al-Qur’an, Hadits, Atsar atau Ijma’. Inilah bid’ah dholalah/sesat. Kedua, adalah perkara-perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan salah satu dari yang disebutkan tadi, maka bid’ah yang seperti ini tidaklah tercela.” Maka jelaslah bahwa merayakan maulid dengan cara membaca shalawat, Al-Qur`an, riwayat hidup atau sirah Nabi, maka semua itu adalah perkara baru yang mengandung kebaikan dan tidak bertentangan dengan al-Qur`an, Hadits, atsar, ataupun ijma’. Shalih al-Fauzan, seorang tokoh wahhabi berkata dalam kitabnya ‘Kitabut Tauhid’, “Ibadah mencakup seluruh tingkah laku seorang mu`min jika diniatkan qurbah (mendekatkan diri kepada Allah) atau apa- apa yang membantu qurbah.” Merayakan maulid ini tentunya merupakan salah satu sarana agar ummat ini bertambah cinta kepada Rasul dan memulyakan beliau. Ummat diajak bershalawat, membaca atau mendengarkan Al- Qur`an, mendengarkan taushiyah,
mendengarkan riwayat Nabi, dsb. ْﻦَﻋ ﻲِﺑَﺃ َﺓَﺮْﻳَﺮُﻫ َﻲِﺿَﺭ ُﻪَّﻠﻟﺍ ُﻪْﻨَﻋ َّﻥَﺃ َﻝﻮُﺳَﺭ ِﻪَّﻠﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ َﻝﺎَﻗ ﻱِﺬَّﻟﺍَﻮَﻓ ﻲِﺴْﻔَﻧ ِﻩِﺪَﻴِﺑ ﺎَﻟ ُﻦِﻣْﺆُﻳ ْﻢُﻛُﺪَﺣَﺃ ﻰَّﺘَﺣ َﻥﻮُﻛَﺃ َّﺐَﺣَﺃ ِﻪْﻴَﻟِﺇ ْﻦِﻣ ِﻩِﺪِﻟﺍَﻭ ِﻩِﺪَﻟَﻭَﻭ Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Maka demi Zat yang jiwaku di tangan-Nya, tidaklah beriman (tidak sempurna iman) seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya dan anaknya. (Shahih Bukhari no.13) ْﻦَﻋ ٍﺲَﻧَﺃ َﻝﺎَﻗ َﻝﺎَﻗ ُّﻲِﺒَّﻨﻟﺍ ﻰَّﻠَﺻ ُﻪَّﻠﻟﺍ ِﻪْﻴَﻠَﻋ َﻢَّﻠَﺳَﻭ ﺎَﻟ ُﻦِﻣْﺆُﻳ ْﻢُﻛُﺪَﺣَﺃ ﻰَّﺘَﺣ َﻥﻮُﻛَﺃ َّﺐَﺣَﺃ ِﻪْﻴَﻟِﺇ ْﻦِﻣ ِﻩِﺪِﻟﺍَﻭ ِﻩِﺪَﻟَﻭَﻭ ِﺱﺎَّﻨﻟﺍَﻭ َﻦﻴِﻌَﻤْﺟَﺃ Dari Anas berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: Tidaklah beriman (tidak sempurna iman) seorang dari kalian hingga aku lebih dicintainya daripada orang tuanya, anaknya dan dari manusia seluruhnya. (Shahih Bukhari no.14) Jika mereka masih beranggapan bahwa semua bid’ah itu sesat tanpa pengecualian, sungguh mereka telah menyelisihi pendapat para ulama mu’tabar. Mereka telah menyempal dari jama’ah. Semoga Allah menetapkan aku dan kalian pada jama’ah. Allah SWT tidak akan mengumpulkan ummat Muhammad Rasulullah saw dalam kesesatan. Tangan Allah bersama